Info Tiket Masuk dan Harga Terbaru Desa Penglipuran
Pertanyaan soal Desa Penglipuran bayar berapa memang sering banget muncul, terutama di kalangan wisatawan yang baru pertama kali mau berkunjung. Jadi, mari dibuka dulu soal harga tiket masuk alias HTM Desa Penglipuran per Mei 2025: untuk wisatawan lokal dewasa, harga tiketnya Rp30.000 per orang, sedangkan anak-anak cukup membayar Rp15.000. Kalau kamu datang sebagai wisatawan mancanegara, tiket dewasa Rp50.000 dan anak-anak Rp25.000. Mobil dikenai parkir Rp5.000, motor Rp2.000, dan bus Rp10.000. Jangan heran kalau harga ini kadang naik saat musim liburan atau ada event adat. Jadi, selalu cek instagram atau website resmi mereka sebelum kamu berangkat biar nggak panik pas di loket.
Nggak semua orang sadar kalau di balik harga tiket yang terasa 'mahal' buat sebagian orang, ada peran besar warga lokal buat menjaga kelestarian, kebersihan, dan kenyamanan lingkungan desa. Setiap duit yang masuk, beneran dipakai untuk memperbaiki fasilitas, menjaga keamanan, memelihara kebun bambu, dan memberdayakan warga. Tiket masuk juga mencakup akses ke banyak spot foto, rumah tradisional, dan beberapa fasilitas umum. Kalau kamu merasa harga tiket ini masih masuk akal, coba bandingkan dengan objek wisata lain di Bali. Sebagian harga tiket malah lebih tinggi, tapi fasilitas dan pengelolaan kadang biasa-biasa saja. Jadi, tiket Penglipuran itu sudah termasuk murah untuk pengalaman unik di desa adat.
Buat kamu yang liburan bareng keluarga atau rombongan, Penglipuran kadang menyediakan diskon khusus atau paket tur. Beberapa agen travel lokal bahkan sudah memasukkan tiket masuk ke dalam harga paket. Pastikan selalu tanya soal ini, supaya nggak bayar dobel. Satu fakta menarik, hampir 80% pengunjung desa ini adalah turis domestik. Antusiasme semakin meningkat saat akhir pekan atau hari libur nasional. Makanya, datang pagi atau di hari kerja itu trik biar nggak ramai dan bisa dapet parkir dekat gerbang.
Sejarah Unik dan Pesona Budaya Asli Desa Penglipuran
Jangan kira desa wisata ini cuma soal tiket dan selfie di jalan utama. Desa Penglipuran sudah ada sejak ratusan tahun lalu, tepatnya dipercaya berdiri pada masa kerajaan Bangli. Nama 'Penglipuran' berasal dari kata 'pengeling pura' yang berarti tempat untuk mengenang leluhur. Konsep tata ruang, arsitektur, dan budaya di sini bukan sekadar dibuat-buat untuk wisatawan, tapi memang sudah diwariskan turun-temurun.
Desa ini terkenal karena kemampuannya mempertahankan tradisi Bali Aga, salah satu suku Bali yang paling tua dan berbeda dari mayoritas Bali modern. Setiap rumah punya bentuk sama, posisi pintu dan gerbang rapi menghadap jalan utama. Aturan adat di sini masih dijalankan ketat, mulai dari cara membuat bangunan, membagi warisan, sampai tata cara upacara. Jalan utama desa diapit oleh deretan rumah penduduk yang nggak boleh dipagari tinggi, menandakan semangat keterbukaan dan kebersamaan. Kalau kamu jalan kaki dari ujung ke ujung, akan langsung kerasa atmosfer damai dan tanpa bising kendaraan.
Hal lain yang bikin Penglipuran istimewa: desa ini sudah beberapa kali mendapat penghargaan tingkat dunia. Tahun 2016, UNWTO menetapkan Penglipuran sebagai salah satu desa terbersih di dunia. Warga punya sistem pengelolaan sampah yang unik, semua wajib memilah sampah organik dan anorganik, ada bank sampah, dan dilarang keras membuang satu pun plastik sembarangan. Nggak heran, hamparan taman, kebun, dan lorong desa selalu instagramable tanpa retouch. Kalau ke sini, mampir lah ke pura desa dan area bambu. Tumbuhan bambu luasnya hampir 45 hektar, jadi paru-paru hijau untuk wilayah Bangli.

Apa Saja Fasilitas dan Aktivitas yang Bisa Kamu Nikmati?
Bukan cuma keliling dan foto-foto, ternyata fasilitas dan aktivitas di Desa Penglipuran cukup lengkap dan cocok buat semua usia. Begitu masuk dari gerbang, ada pusat informasi wisata, toilet yang bersih, musholla, hingga area khusus anak-anak. Rumah penduduk yang dijadikan open house akan menyambut kamu dengan cemilan khas Bali seperti klepon dan jaje uli, kadang dikasih gratis kalau kamu ramah dan mau ngobrol. Ada juga penjualan kerajinan tangan dari bambu, seperti gelas, anyaman, bahkan lampu hias unik.
Jalan utama desa yang dikenal dengan paving batu—mirip set film kolosal—sering jadi lokasi prewed, syuting, sampai lomba foto. Spot utama tentu saja rumah tradisional dengan gapura angkul-angkul dan pelinggih di dalam pekarangan rumah. Kamu bisa tanya langsung seluk-beluk adat ke pemilik rumah. Buat yang suka olah raga, cycling tour juga tersedia; kamu tinggal sewa sepeda di beberapa titik dan keliling desa. Ada juga program trekking ke hutan bambu, atau gabung tur kuliner sambil blusukan ke dapur warga.
Tiket masuk Penglipuran sudah termasuk akses ke kawasan suci dan beberapa pura utama desa, seperti Pura Penataran dan Pura Dalem. Poin plusnya, hampir setiap bulan ada upacara adat yang bisa disaksikan, seperti piodalan, mecaru, dan ngaben, walau kadang tertutup untuk pengunjung. Jangan lupa, di akhir pekan sering ada bazaar makanan lokal dan kerajinan tangan. Pastikan kamu punya waktu lebih dari dua jam kalau mau jelajahi semua tempat. Buat yang datang pakai kendaraan umum, akses ke Penglipuran sudah lebih mudah sekarang dengan bus pariwisata atau travel sharing dari Ubud dan Bangli.
Tips Berkunjung agar Pengalaman di Penglipuran Makin Berkesan
Jangan salah, walaupun vibe di desa wisata Bali ini tenang dan adem, ada beberapa aturan adat yang wajib banget kamu taati. Salah langkah dikit, bisa kena semprot warga dan bikin malu sendiri. Pakaian sopan harus jadi prioritas, apalagi kalau masuk pura atau area suci. Hindari suara keras, jangan merokok sembarangan, dan selalu buang sampah pada tempatnya.
Biar nggak kehabisan kesempatan foto kece tanpa bocor orang lewat, datanglah pagi sekitar jam 8-9 atau sore setelah jam 4. Ini juga waktu favorit fotografer karena pencahayaannya pas dan udara masih sejuk. Banyak pengunjung yang menyesal karena percaya mitos ngantre tiket lama. Padahal, kalau waktu normal antriannya nggak sampai 10 menit.
Di Penglipuran, interaksi dengan warga sangat menjunjung ramah tamah. Jangan ragu ngobrol atau sekadar sapa saat melintas di depan rumah. Ada beberapa pemilik rumah yang membuka dapur kecil untuk pengunjung, biasanya awalnya mereka kasih jajanan gratis sebagai bentuk penghormatan. Kalau beruntung, kamu bisa mencoba tuak tradisional atau arak Bali yang disajikan dari kendi tua. Kalau tertarik beli oleh-oleh, sebaiknya tanya harga dulu, karena ada barang-barang kerajinan premium yang harganya memang lebih mahal daripada suvenir biasa. Catatan penting, pembayaran di sini kebanyakan masih tunai. Hanya beberapa kios di dekat gerbang yang menerima QRIS. Jadi bawa cash secukupnya, karena ATM terdekat lumayan jauh dan minimarket pun terbatas.
Buat bawaan pribadi, sediakan payung lipat atau topi karena cuaca di sini mudah berubah-ubah, kadang panas terik, kadang tiba-tiba hujan. Patuhi setiap aturan tertulis, termasuk larangan terbang drone tanpa izin. Selain itu, jalan utama desa memang instagramable, tapi hati-hati licin kalau habis hujan. Sepatu flat atau sandal gunung lebih aman dibanding heels atau sepatu kulit, trust me. Jika ingin belajar lebih banyak tentang adat dan sejarah desa, bisa juga ikut guided tour yang biasanya berjalan selama 1-2 jam. Pemandu lokal bakal dengan senang hati berbagi cerita, bahkan kadang memperbolehkan ikut prosesi kecil secara langsung. Bonus: sering ada sesi workshop membuat kerajinan bambu yang bisa diikuti gratis atau cuma bayar biaya bahan sekitar Rp20.000 per orang.

Momen Terbaik dan Pengalaman Tak Terlupakan di Penglipuran
Pernah nggak sih merasakan ketenangan total tanpa suara kendaraan dan polusi? Di Desa Penglipuran, pengalaman itu jadi nyata. Warga sepakat melarang kendaraan bermotor masuk ke area inti desa, jadi satu-satunya bunyi yang terdengar hanya alam dan suara tawa anak-anak yang main di halaman. Jika beruntung, kamu bisa menyaksikan seremonial adat besar seperti odalan, galungan, atau pawai ogoh-ogoh menjelang Nyepi. Rasanya seperti kembali ke Bali puluhan tahun lalu. Tercatat, tiap tahun desa ini dikunjungi hampir 350.000 wisatawan. Jumlahnya terus naik karena promosi digital dan antusiasme pengunjung yang viral di media sosial.
Buat yang ingin merasakan suasana otentik 100%, coba datang saat pagi hari di hari kerja. Selain sepi, kamu bisa melihat aktivitas warga mulai dari menyiapkan persembahan hingga proses menenun dan membuat anyaman bambu. Ada juga pengalaman menginap di homestay milik penduduk lokal. Tarifnya bervariasi, rata-rata Rp300.000-Rp450.000 per malam sudah dapat kamar bersih, sarapan ala Bali, bahkan dijamu diskusi sejarah keluarga tuan rumah.
Kalau kamu suka hal unik, beberapa rumah menghadirkan workshop mendadak, seperti belajar masak lawar atau membuat canang sari. Anak-anak juga bisa ikutan main layangan dan mewarnai gerabah. Ingat, jangan sekadar datang untuk foto-foto lalu pulang. Ada sensasi belajar menghargai hidup sederhana, keterbukaan, hingga gotong royong yang mulai langka di kota besar. Banyak pengunjung bilang pengalaman di Penglipuran bikin nagih dan pengen balik lagi. Ya, desa ini memang bukan sekadar wisata, tapi pelajaran hidup yang nyata tanpa perlu bersandiwara.
Tulis komentar
Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan